Semarang, 20 Mei 2025 – Debat calon presiden dan wakil presiden Monasmuda Institute berlangsung dengan dua pasang calon yang bersaing ketat, yaitu Aisyah dan Evi serta Neneng dan Inayah. Acara debat ini menghadirkan panelis Ni’am dan Rohman yang memandu jalannya debat serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan kritis kepada para kandidat.
Setiap pasangan calon diberikan kesempatan untuk memaparkan visi dan misi mereka, saling bertanya antar kandidat serta menjawab berbagai pertanyaan dari panelis maupun audiens. Debat berjalan dengan sangat kondusif meski dari awal debat Presiden Monasmuda Institute sempat menghilang dan kembali hadir saat debat akan selesai.
Paslon nomor urut dua yaitu Neneng dan Inayah, mereka sepakat bahwa doktrin Monasmuda sebagai prioritas sekarang sudah tidak relevan lagi. Inayah berpendapat perlu dikaji ulang kembali bahwa Monas harus nomor satu.
”Urutan prioritas pertama Monas, kemudian HMI dan terakhir kampus merupakan penyempitan cara belajar,” katanya.
Hal ini dikarenakan potensi yang dimiliki setiap disciple pastinya berbeda-beda dan Monas kenyataannya belum bisa menyediakan wadah untuk mengembangkannya.
“Kita bisa memperioritaskan Monasmuda Institute jika Monas menyediakan banyak hal yang tidak perlu kami cari diluar,” lanjutnya.
Inayah menegaskan bahwa hal ini sudah tidak relevan karena kesempatan belajar di luar harus diambil demi pengembangan diri.
“Kami akan memberi kesempatan bagi siapapun yang ingin berkembang di luar tapi harus dipastikan bahwa mereka membawa moral yang ada di Monas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Inayah mengatakan bahwa akan menjadi relevan jika kegiatan yang dilakukan diluar nantinya akan menjadi kontribusi di Monas.
“Akan menjadi relevan jika disciples belajar diluar maka ia harus berkontribusi untuk mengajarkan ulang di Monas, artinya ia dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah diperoleh di luar,” katanya.
Menanggapi gebrakan yang dibawa paslon nomor urut 2, panelis Ni’am menekankan jika disciples mempunyai kesibukan di luar maka harus bertanggung jawab juga dengan kegiatan di Monas.
“Jangan sampai Monas hanya dijadikan tempat istirahat saja setelah kesibukan di luar, misalkan sudah pulang dan ada agenda di Monas maka wajib turun ke Aula,” tegasnya.
Terakhir Ni’am menganjurkan agar nanti menggelar diskusi untuk merekonstruksi doktrin lama.
“Permasalahan tentang prioritas sebenarnya sudah ada sejak dulu, maka peru diadakan diskusi serius dan komunikasi lebih terbuka kepada Walayatul Faqih.” tutupnya.
0 Komentar