A.
Awal berdiri
Degradasi semangat kejuangan mahasiswa
dan kualitas kader organisasi kemahasiswaan membuat Dr. Mohammad Nasih, seorang
ilmuwan, akademikus (mengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI, FISIP
UMJ, dan Wakil Direktur Bidang Akademik Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan [STEBANK]
Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Jakarta), dan juga aktivis sosial-politik,
menjadi sangat prihatin. Kesimpulan mengenai degradasi tersebut ia tarik dari
pengalaman mengajar di berbagai perguruan tinggi dan memberikan
pelatihan-pelatihan di berbagai organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan.
Pengalaman dalam dunia pendidikan dan
sosial-politik juga membukakan perspektif bahwa Indonesia sedang mengalami masalah
yang cukup berat. Memperbaikinya secara lebih akseleratif merupakan sebuah
keniscayaan, agar Indonesia tidak menjadi semakin tertinggal oleh negara-negara
lain. Untuk itu, diperlukan dua strategi sekaligus, yaitu: struktural dan
kultural. Jalan struktural adalah jalan politik yang untuk itu diperlukan stok
pemimpin-pemimpin politik yang memiliki kecerdasan multidimensional dengan
kecerdasan spiritual sebagai tumpuan utama. Namun, karena lembaga-lembaga yang
sesungguhnya berfungsi untuk melahirkan pemimpin ternyata juga mengalami
disfungsi, maka diperlukan jalan kultural, di antaranya berbentuk lembaga
pendidikan alternatif yang didesain sebagai “kawah candradimuka” untuk
melahirkan pemimpin yang berkualitas untuk masa depan. Mereka inilah yang
diharapkan akan mengisi lembaga-lembaga politik formal yang saat ini dikuasai
oleh orang-orang berkualitas medioker.
Karena itu, pada pertengahan tahun
2009, Nasih berinisiatif untuk mengumpulkan para pemimpin aktivis mahasiswa yang
rata-rata sudah menjalani separuh masa studi di Semarang dan memberikan
pembinaan secara lebih intensif dengan materi dasar pembangunan paradigma
perjuangan dan jurnalistik. Upaya ini menunjukkan hasil cukup signifikan. Tidak
sedikit peserta program ini yang kemudian menjadi aktivis yang berprestasi
dalam studi, lebih bersemangat dalam menjalani aktivisme, dan mampu menuangkan
gagasan secara impresif di berbagai media massa, baik lokal maupun nasional.
Keberhasilan program ini kemudian memicu Nasih untuk melakukan pembinaan secara
lebih intensif lagi, kepada lebih banyak kader, dan diberikan sejak awal masuk
kuliah. Bersama dengan Mukharrom Asysyabab dan Ristam Matswaya yang juga
merupakan aktivis-aktivis mahasiswa dan pemuda, ia mempersiapkan desain rumah
perkaderan untuk melahirkan pemimpin masa depan pada medio 2010. Dengan
pertimbangan sederhana bahwa biasanya yang mendirikan lembaga atau yayasan sosial
adalah politisi yang telah purna bakti dengan menggunakan nama sendiri sebagai
nama lembaga, maka lembaga pendidikan yang dibentuk diberi nama Monash
Institute. Kata Monash merupakan singkatan dari Mohammad Nasih. Kata Monash
sesungguhnya sudah ditemukan sejak lama, ketika pemilik nama menempuh
pendidikan di pesantren. Karena sandal jepitnya sering dighashab
(dipakai tanpa izin) oleh beberapa temannya dan kemudian hilang tanpa ada yang
bertanggung jawab, maka dipahatkannya suku kata MO di sandal kiri dan NASH di
sandal kanan. Dan panggilan ini kemudian melekat, terutama pada saat kuliah. Di
samping karena nama ini terasa enak didengar, keberanian untuk menjadikan nama
sendiri sebagai nama sebuah lembaga adalah untuk memelopori pembuatan rekam
jejak kepada kaum muda.
Dalam desain perkaderan di Monash
Institute, para kader binaan harus menghafalkan al-Qur’an dan menguasai bahasa asing.
Untuk itu, diperlukan mentor-mentor yang mampu melatih para kader binaan
membiasakan diri dengan al-Qur’an dan mempraktikkan bahasa asing tersebut.Dikirimlah
3 orang mahasiswa tingkat akhir (Mansur Syarifuddin, Faedurrahman, dan Attabik
Imam Zuhdi) untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris di Pare, Kediri. Bersamaan
dengan itu, pengumuman rekrutmen kader yang akan diberi beasiswa oleh Monash
Institute untuk kuliah di IAIN Walisongo Semarang dilakukan. Kampus ini menjadi
pilihan, karena pertimbangan biaya kuliah yang paling murah.
Untuk mengawali program ini, dengan
pertimbangan kekuatan pendanaan yang tidak banyak di satu sisi dan efektifitas
kaderisasi di sisi lain, direkrut 20 orang calon kader yang diseleksi dengan
sistem yang telah dipersiapkan secara khusus. Dengan segala dinamikanya, proses
kaderisasi berjalan dan jumlahnya ditambah dengan 5 orang kader yang
sesungguhnya tidak memenuhi kualifikasi dengan tujuan untuk mengetahui
kecocokan sistem program pembinaan yang diterapkan untuk mengakselerasi
kemampuan mereka. Untuk tempat tinggal dan belajar para kader, disewa dua
rumah; satu untuk tempat tinggal kader perempuan dan satu lagi untuk laki-laki
dengan lokasi yang berhadap-hadapan. Pendanaan kaderisasi ini bersumber dari
zakat pribadi pendiri lembaga dari hasil tebu yang ditanam di lahan warisan orang
tua di Rembang seluas kira-kira 5 hektar.
Di bawah kepemimpinan Muhammad Abu
Nadlir sebagai direktur, dan Mokhamad Abdul Aziz sebagai direktur eksekutif, Monash
Institute menerapkan kaderisasi super intensif. Dan untuk melakukan akselerasi
yang lebih tinggi lagi bagi peningkatan kualitas kader, Monash Institute
mensinergikan program pendidikan dan pelatihannya dengan organisasi-organisasi
kemahasiswaan yang telah memiliki jaringan sosial politik kuat. Dengan model
ini, para kader binaan Monash Institute memiliki kualitas tinggi tidak hanya
dalam aspek teoritik, tetapi juga dalam konteks praktik.
Monash Institute membangun paradigma
inklusif kepada para kader binaan. Secara spesifik, profil kader yang ingin
dilahirkan adalah kader hybrid yang mampu memahami segala keberagaman entitas
umat dan bangsa, terutama di Indonesia. Wawasan keummatan dan kebangsaan
senantiasa dibangun dengan kokoh. Dengan wawasan dan pemahaman yang luas, diharapkan
para kader Monash Institute tidak gagap dalam menjalin hubungan, kerja sama,
dan sinergi dengan berbagai pihak yang memiliki keunikan-keunikan dan ketika
nantinya harus berada di dalam wadah perjuangan apa pun yang bisa dijadikan
sebagai sarana aktualisasi diri dan perbaikan umat dan bangsa. Dengan demikian,
mereka bisa melakukan perjuangan secara lebih leluasa dan optimal.
Proses kaderisasi di Monash Institute
mendapatkan semangat lebih besar, karena beberapa tokoh intelektual dan aktivis
sosial politik level nasional yang memiliki agenda di Semarang, diundang untuk mampir
ke Monash Institute dan memberikan motivasi kepada para kader. Dengan
pengasramaan, pengondisian para kader untuk berkumpul dan mendapatkan pencerahan
dari para tokoh menjadi sangat mudah dilakukan tanpa pandang waktu, bahkan
tengah malam atau menjelang fajar sekalipun. Di antara tokoh yang pernah
memberikan motivasi di Monash Institute adalah Fachry Ali (Pendiri LP3ES),
Chusnul Mari’iyah, Ph.D. (Mantan Anggota KPU 2001-2007), Dr. Abdul Mu’ti
(Sekretaris PP Muhammadiyah), Dr. Aries Muftie (Ketua Masyarakat Ekonomi
Syari’ah), Soetrisno Bachir (Pengusaha muslim) dan Chumaidi Syarif Romas
(Mantan Ketua Umum PB HMI, dosen UIN SUKA, Yogyakarta). Bahkan pernah juga John
Lid Miller, seorang doktor dan praktisi hukum dari Universitas Chicago, bersama
puteranya Alvin Sulaiman mengagendakan secara khusus untuk belajar membaca
al-Qur’an di Monash Institute. Terjadi semacam barter ilmu. Para kader Monash
Institute mengajarkan al-Qur’an. Sebaliknya, John dan Alvin mengajarkan praktik
berbahasa Inggris. Pelajaran penting yang didapatkan dari kejadian ini adalah
pembangunan paradigma bahwa selama ini seolah-olah orientasi pendidikan dan
ilmu pengetahuan adalah Amerika, sehingga banyak pelajar dan mahasiswa
Indonesia berburu ilmu pengetahuan ke sana.Namun, di Monash Institute,
kebiasaan itu bisa dikatakan terbalik. Ini menjadi momentum tersendiri untuk
menanamkan kepercayaan diri para kader, bahwa mereka sesungguhnya juga memiliki
sesuatu yang dibutuhkan oleh orang lain yang menyadarinya.
Di tengah-tengah upaya melakukan
kaderisasi yang memerlukan tenaga, pikiran, dan juga pendanaan yang makin
membesar, muncul Dody Firman Noorcahya dan Zaki Mubarak, dua teman lama Nasih di
organisasi kemahasiswaan. Dody yang juga mantan aktivis dan pernah bersama-sama
Nasih menjalani aktivitas sebagai instruktur pelatihan-pelatihan kaderisasi di
berbagai kampus di Semarang pada tahun-tahun menjelang sampai peralihan
millenium ketiga, ternyata masih memiliki semangat lama dalam melakukan
kaderisasi dan memiliki panggilan yang sama untuk terus membangun dan
melahirkan kader berkualitas. Dengan bantuan Dody, yang telah memiliki usaha konstruksi
baja ringan yang cukup mapan inilah, keperluan beras bagi para kader binaan di
Monash Institute relatif tidak pernah mengalami masalah. Tidak lama setelah
itu, Gatot Salahuddin, seorang mantan aktivis yang juga telah menjadi pengusaha
di Jakarta mampir ke Monash Institute dan memberikan perhatian sangat besar
kepada perkembangan kaderisasi Monash Institute dengan memberikan motivasi dan
juga bantuan pendanaan dari zakat pribadinya. Muncul kemudian Zaki Mubarak,
seorang dokter yang juga teman seperjuangan pada saat menjadi mahasiswa di
Semarang pada awal tahun 2000.
Pada tahun-tahun berikutnya, Monash
Institute melakukan rekrutmen kader-kader baru dengan jumlah yang lebih banyak
dan kualifikasi yang terus ditingkatkan. Keberhasilan pembinaan ini memberikan
berkah tersendiri kepada pendiri para kontributornya. Keberadaan para kader
binaan yang hafal al-Qur’an dijadikan sebagai modal untuk mendirikan PAUD
Mellatena untuk mendidik anak-anak usia dini masyarakat sekitarnya secara
gratis dengan program khusus menghafalkan al-Qur’an. Dan yang menikmati program
khusus ini pertama kali adalah anak-anak Nasih dan Dody, walaupun sesungguhnya
mereka adalah kelinci-kelinci percobaan Balita menghafalkan al-Qur’an, karena
masih belum mudah untuk memberikan pengertian kepada para orang tua bahwa
anak-anak Batita pun bisa menghafalkan al-Qur’an dengan mudah semudah
menghafalkan lagu “Bintang Besar”. Perkembangan baik ini, membuat ibu mertua
Nasih terdorong untuk mewakafkan satu rumah yang terletak tidak jauh dari rumah
yang disewa oleh Monash Institute. Saat ini, selain menempati satu rumah wakaf
tersebut, para kader Monash Institute yang berjumlah lebih dari 150 orang
menempati 8 rumah kontrakan.
B.
tujuan KHUSUS
Tujuan khusus Monash Institute adalah
membangun persaudaraan, memperkuat jama’ah, dan melahirkam pemimpin.
C.
ADVOKASI Kader
Potensial
Untuk mendapatkan kader-kader yang bisa
dibina secara super intensif dan diharapkan bisa menjadi pemimpin tangguh di
masa depan, rekrutmen dilakukan kepada calon-calon kader yang berasal dari
kalangan ekonomi kelas bawah, tetapi memiliki potensi keunggulan komparatif
terbaik. Kalangan ekonomi kelas bawah lebih memiliki ketahanan dalam menjalani
sistem berat yang diterapkan untuk melakukan internalisasi nilai-nilai dan
wawasan yang harus mereka miliki yang bertujuan untuk mengakselerasi kualitas
pribadi. Para kader dari kalangan ekonomi kelas bawah tidak memiliki pilihan
lain, kecuali tetap menjalani gemblengan luar biasa, jika ingin tetap bisa
melanjutkan pendidikan. Berbeda dengan kalangan menengah atas, yang memiliki
pilihan lain untuk meninggalkan proses penggemblengan, karena merasa memiliki
kemampuan finansial walaupun harus meninggalkan fasilitas yang diberikan oleh
Monash Institute. Dalam masa itulah internalisasikan berbagai nilai-nilai
positif dan wawasan yang sangat penting dimiliki oleh pribadi-pribadi pemimpin
bisa diinternalisasikan, sehingga membuat para kader memiliki kesadaran baru
untuk melakukan perjuangan hidup secara lebih keras dan berorientasi lebih
jelas. Dengan merekrut calon kader dari kalangan ekonomi kelas bawah, juga
berarti telah melakukan advokasi kepada kalangan yang selama ini paling banyak
terhalang kepada akses untuk menempuh pendidikan tinggi.
Untuk mendapatkan kader-kader dengan
kualitas terbaik, maka informasi tentang program ini disebarkan pada area yang
luas. Untuk itu, digunakan berbagai sarana, terutama media sosial FB, Twitter,
SMS, Email, dan juga cara-cara lain yang selama ini telah terbukti efektif
untuk mendatangkan kader-kader berkualitas dari berbagai penjuru nusantara.
Makin banyak pendaftar, maka akan makin ketat persaingan dan yang terekrut
kemudian adalah yang terbaik di antara yang baik-baik. Bukan berarti bahwa
sistem pendidikan yang ada di Monash Institute diskriminatif, tetapi karena
berbagai keterbatasan, dari pendanaan sampai tempat, maka diprioritaskan yang
terbaik dan diharapkan mampu menjadi pejuang yang di masa depan mampu
memberikan advokasi yang sama atau bahkan lebih besar.
D.
Tiga Kualitas Kader
Sistem pendidikan Monash Institute didesain
untuk mengikhtiarkankelahiran kader-kader dengan kualitas ilm al-‘ulama’
(kapasitas keilmuan ilmuan sejati), amwal al-aghniyâ’ (memiliki harta
kekayaan sebagaimana orang-orang kaya), dan siyâsat al-mulûk wa al-ma’al’
(kapasitas politik para penguasa dan elite politik). Karena itu, Monash
Institute mengfokuskan para kader binaan kepada aktivitas diskusi, menulis di
media massa, latihan berwirausaha, dan berorganisasi. Untuk menjaga kualitas aktivitas-aktivitas
tersebut, kader-kader binaan haruslah merupakan pribadi-pribadi yang (1) hafal
al-Qur’an, (2) mahir membaca kitab kuning, (3) biasa menulis, dan (4) istiqamah
dalam mengembangkan kemampuan berwirausaha. Dengan kualifikasi ini, setiap
diskusi, aksi, dan publikasi akan berkualitas, karena memiliki referensi yang
cukup dan pemikiran-pemikiran yang diajukan telah dikonstruksi dalam tulisan
dan baik. Dan dengan kemampuan wirausaha, mereka yang awalnya merupakan
penerima zakat, diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan menjadi
pembayar zakat.
Diskusi dimaksudkan untuk melakukan
eksplorasi terhadap seluruh khazanah intelektual tanpa mengenal sekat-sekat
disiplin keilmuan. Tidak ada dikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Aksi, secara
umum, merupakan aktivitas untuk mengorganisir kelompok-kelompok sosial sebagai
kekuatan penekan terhadap para pengambil kebijakan-kebijakan politik, agar
selalu berada jalur yang benar dan tidak menyeleweng/korup. Sedangkan publikasi
menjadi sarana untuk membuat apa yang didiskusikan dan yang menjadi isu dalam
aksi diketahui masyarakat luas, sehingga juga ikut mendapatkan pencerahan.
Untuk menopang publikasi, seluruh kader wajib memiliki kemampuan menuangkan
gagasan ke dalam bentuk tulisan opini yang impresif dan layak muat oleh media
massa, terutama media massa cetak. Nilai lebih kemampuan ini adalah mendapatkan
keuntungan material, karena setiap tulisan yang dimuat oleh media massa
biasanya mendapatkan honorarium. Dari sinilah, para kader Monash Institute bisa
mengupayakan kemandirian finansial dari orang tua.
Kader-kader binaan Monash Institute,
baik sebagai individu maupun secara kolektif, diharapkan menjadi pelopor dalam
revolusi sosial-politik. Sedangkan untuk melakukan revolusi tersebut,
diperlukan sinergi dari tiga kekuatan, yaitu: intelektual yang tercerahkan (raushan
fikr), kaum pengusaha (bazari), dan militer (askari). Karena
itu, para kader dilatih untuk memiliki keterampilan untuk menjadi
pengusaha-pengusaha tangguh, sehingga menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan
berdikari dalam ekonomi. Dengan kemandirian ekonomi, setiap kader yang
dihasilkan oleh Monash Institute akan mampu menjalankan pengabdian optimal
kepada masyarakat dan mampu menjadi pemimpin sejati, karena tidak akan ada
kekuatan-kekuatan atau pihak-pihak lain yang memberikan pengaruh negatif
disebabkan oleh beban moral yang disebabkan oleh “hutang material”. Dengan
kemandirian ekonomi, aktivitas politik yang seringkali juga membutuhkan
finansial besar, bisa dijalani dengan tanpa beban.
E.
Sistem DEMOKRASI
MERITOKRATIS
Monash Institute dikelola sebagai lembaga
pendidikan dan organisasi yang modern. Kepemimpinan di dalamnya diselenggarakan
dengan sistem demokrasi meritokratis. Kepemilikan suara ditentukan oleh prestasi
dan kapasitas personal kader. Semakin tinggi prestasi dan kualitas kader, memiliki
semakin banyak suara yang bisa digunakan untuk mempengaruhi pengelolaan
internal organisasi Monash Institute.Sistem ini berbeda dengan sistem demokrasi
pada umumnya yang berprinsip satu orang satu suara (one person one vote).
Sistem ini didasarkan kepada pemikiran bahwa individu dengan kualitas-kualitas
di atas rata-rata tidak bisa dan tidak boleh disamakan dengan individu-indivu
lain yang berkualitas biasa-biasa saja. Tujuan sistem ini adalah agar penentu
kebijakan-kebijakan di Monash Institute adalah orang-orang yang memiliki
wawasan dan kualitas moral yang terbaik. Di samping itu, sistem ini akan memacu
setiap kader untuk menambah kualitas individu. Sebab, semakin banyak kualitas
yang berhasil diraih, maka akan bisa dikonversi menjadi suara yang digunakan
untuk menentukan kebijakan internal Monash Institute.
Adapun faktor-faktor yang menentukan
kepemilikan suara adalah sebagai berikut:
1.
Jumlah hafalan al-Qur’an: Setiap satu
juz hafalan al-Qur’an dikonversi menjadi 1 suara.
2.
Jumlah tulisan di media massa: Setiap
10 tulisan dikonversi menjadi 1 suara.
3.
Jenjang pendidikan: setiap jenjang
pendidikan (S1, S2, dan S3) dikonversi menjadi 5 suara.
4.
Jenjang perkaderan organisasi ekstra
kampus (basic training, intermediate training, dan advance training)
yang diikuti: Setiap jenjang dikonversi menjadi 1 suara.
Walaupun telah menerapkan sistem
demokrasi meritokratis, tetapi Pembina Monash Institute memiliki hak veto. Hak
veto ini diberlakukan apabila tetap muncul kebijakan atau kesepakatan yang
dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran dan kebutuhan Monash
Institute untuk kebaikan bersama.
F.
Program Yang
Telah Berjalan
1.
Beasiswa Kuliah
Monash Institute memberikan beasiswa
berupa biaya kuliah dan tempat tinggal kepada para kader yang memenuhi syarat
dan ketentuan.
Syarat:
1)
Lulus SMU atau sederajat.
2)
Berusia maksimal 19 tahun.
3)
Sehat jasmani dan rohani (dilakukan
test secara khusus).
4)
Menguasai bahasa Arab (mampu membaca
kitab kuning).
5)
Memiliki karakter dan/atau rekam jejak
sebagai pemimpin organisasi (OSIS, Kepemudaan, dll).
6)
Berat badan: laki-laki 55-67 kg dan
perempuan 45-55 kg.
7)
Tinggi badan: laki-laki 163-175 dan
perempuan 152-170.
* Khusus yang telah hafal Alquran 30 juz, syarat pada point
5-7 tidak berlaku.
Ketentuan:
1)
Bersedia diasramakan selama proses
perkaderan
2)
Menyelesaikan hafalan al-Qur’an dalam
waktu 1,5 tahun pada awal masa perkaderan
3)
Bersedia melanjutkan pendidikan sampai
program doktor (S3) dengan tanpa terputus.
4)
Menikah setelah pendidikan program
doktor (S3) selesai (diperkirakan usia 28 tahun). Khusus untuk perempuan
diperbolehkan menikah setelah pendidikan S2 selesai.
2.
Hak, Kewajiban, dan Sanksi
Selama masa perkaderan, setiap kader
Monash Institute berhak, berkewajiban, dan bisa dikenai sanksi:
Hak:
a)
Biaya pendidikan di perguruan tinggi
sampai selesai pada semester VIII.
b)
Asrama/tempat tinggal selama menempuh pendidikan
Kewajiban:
a)
Mengikuti seluruh agenda yang telah
dicanangkan.
b)
Menjalankan seluruh tata tertib yang
telah ditetapkan.
c)
Menyelesaikan pendidikan S1 pada maksimal
semester VIII.
d)
Langsung melanjutkan studi S2 setelah
lulus S1, dan menyelesaikannya paling lambat semester IV.
e)
Langsung melanjutkan studi S3 setelah
lulus S2, dan menyelesaikannya paling lambat semester VIII.
Sanksi:
a)
Jika peserta program menghentikan
proses kaderisasi ini dengan alasan apa pun, maka yang bersangkutan wajib
mengembalikan dua kali lipat dari total biaya yang telah dikeluarkan oleh Monash
Institute.
b)
Jika melakukan pelanggaran berat
terhadap tata tertib, maka yang bersangkutan akan dikeluarkan dengan sanksi
sebagaimana dalam point 1.
G.
Kaderisasi
Super Intensif
1.
Aktivitas Keseharian
Senin-Jum’at
No.
|
Waktu
|
Agenda
|
Keterangan
|
1.
|
04.00-04.30
|
Bangun tidur &
shalat shubuh berjama’ah.
|
Imam
terjadwal
|
2.
|
04.30-06.00
|
Setoran hafalan
al-Qur’an dan diskusi buku.
|
Setoran kepada para
mentor hafalan al-Qur’an.
|
3.
|
06.00-17.30
|
Aktivitas Kampus
|
|
4.
|
17.30-18.00
|
Persiapan shalat
maghrib berjama’ah
|
Imam terjadual
|
5.
|
18.00-19.00
|
Khuthbah tematik
|
Tiap kelompok
terdiri atas maksimal 25 orang
|
6.
|
19.00-19.15
|
Shalat ‘isya’
berjama’ah
|
Imam terjadual
|
7.
|
19.15-21.00
|
1. Diskusi kelompok
2. Kajian Kitab
Kuning (Hadits, Fikih, dan Tasawuf)
|
Tema-tema telah
ditentukan. Kitab: Bulugh al-Maram, al-Bidayah wa al-Nihayah, dan Bidayat
al-Hidayah
|
8.
|
21.00-22.30
|
Aktivitas
kecenderungan fokus
|
Bebas memilih
|
9.
|
22.30-04.00
|
Istirahat: Shalat
tahajjud
|
|
Sabtu-Ahad
No.
|
Waktu
|
Agenda
|
Keterangan
|
1.
|
04.00-04.30
|
Bangun tidur & shalat shubuh
berjama’ah.
|
Imam:
Dr. Mohammad Nasih
|
2.
|
04.30-06.00
|
Kajian Tafsir Jalalayn
|
Pengajar:
Dr. Mohammad Nasih
|
3.
|
06.00-07.30
|
Kerja bakti: Membersihkan lingkungan
dan menanam sayur mayur di kebun Monash Institute
|
Dipimpin oleh
Menteri Perkebunan
|
4.
|
07.30-09.00
|
Mandi dan merapikan milik pribadi
|
|
5.
|
09.00-11.30
|
Pelatihan Jurnalistik: Fokus menulis
opini media massa
|
Mentor, disciples semester I-V
|
6.
|
13.00-15.00
|
Laporan perkembangan penulisan
skripsi
|
Khusus disciples semester V.
|
7.
|
15.00-17.30
|
Aktivitas Organisasi Ekstra Kampus
|
|
8.
|
17.30-18.00
|
Persiapan shalat maghrib berjama’ah
|
Imam:
Dr. Mohammad Nasih
|
9.
|
18.00-20.00
|
Kajian Tafsir Jalalayn
|
Bersama
Dr. Mohammad Nasih
|
10.
|
20.00-20.15
|
Shalat ‘isya’ berjamaah
|
Imam:
Dr. Mohammad Nasih
|
11.
|
20.15-21.00
|
Diskusi tematik
|
Tema ditentukan
|
12.
|
21.00-22.30
|
Aktivitas kecenderungan fokus
|
Bebas memilih
|
13.
|
22.30-04.00
|
Istirahat: Shalat tahajjud
|
|
2.
Deskripsi Agenda
Setoran Hafalan al-Qur’an: Membaca
al-Qur’an dengan tanpa melihat teks di hadapan para mentor. Ini dilakukan untuk
memastikan bahwa hafalan para kader telah bagus dan ketika setoran kepada
Pembina Monash Institute tidak membutuhkan waktu lama.
Khuthbah: Bukan khithabah (pidato).
Dalam khuthbah (jum’at), terdapat duduk di antara dua khuthbah dan juga syarat
dan rukun yang harus dikuasai. Jika mampu melakukan khuthbah, bisa dipastikan
mampu melakukan khithabah. Dilakukan setelah maghrib agar setelah khuthbah bisa
menggunakan shalat isya’ sebagai perumpamaan shalat jum’at.
H.
Anggaran dana
beasiswa
Untuk menyelenggarakan program ini, diperlukan alokasi dana
biaya pendidikan peserta program sampai lulus pada semester VIII. Asumsi besar
biaya setiap bulan yang diperlukan untuk satu orang kader adalah sebagai
berikut:
No.
|
Keperluan
|
Biaya
|
Biaya Persemester
|
1.
|
SPP
|
Rp. 250.000,00
|
Rp. 1.500.000,00
|
2.
|
Asrama
|
Rp. 250.000,00
|
Rp. 1.500.000,00
|
3.
|
Konsumsi &
Akomodasi
|
Rp. 350.000,00
|
Rp. 2.100.000,00
|
4.
|
Pelatihan
Organisasi
|
Rp. 50.000,00
|
Rp. 300.000,00
|
|
Total
|
Rp. 900.000,00
|
Rp. 5.400.000,00
|
I.
Rencana
Strategis
a.
Setiap tahun menambah jumlah kader dengan
cara menambah jumlah penerima beasiswa dan merekrut kader non-beasiswa. Area
rekrutmen diperluas ke seluruh daerah di Indonesia dengan mencari kader-kader
terbaik di seluruh penjuru nusantara.
b.
Membangun berbagai amal usaha, baik
yang berorientasi advokasi sosial-pendidikanmaupun bisnis. Orientasi pertama
dilakukan dengan memperkuat sistem pendidikan PAUD Islam Mellatena. Sedangkan
yang kedua dengan memperluas jaringan Pusat Inkubasi Pendidikan dan Usaha
(PINPUS) Monash Institute. Penguatan bisnis diperlukan untuk memperkuat
pendanaan Monash Institute untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam
menyelenggarakan proses pendidikan di Monash Institute dan menambah jumlah
penerima beasiswa.
c.
Selalu melakukan perbaikan sistem
rekrutmen, pola pendidikan dan pelatihan, dan memulai untuk menerima pihak-pihak
lain untuk bekerja sama, terutama sebagai penyandang dana.Dengan adanya pihak
lain yang ikut berpartisipasi dalam pendanaan, maka proses kaderisasi kepada
lebih banyak kader akan bisa dilakukan.
d.
Menambah asrama dengan membangun gedung
empat lantai di belakang Fakultas Dakwah IAIN Walisongo dan membeli rumah-rumah
di dekat kampus IAIN Walisongo. Penambahan asrama sangat diperlukan mengingat
jumlah kader akan terus meningkat. Saat ini, Monash Institute telah memiliki
tanah seluas 400 M2.
e.
Mendirikan cabang-cabang Monash
Institute di dekat kampus-kampus excellent: UI Depok, UIN Ciputat, UGM
dan UIN Yogyakarta, Unibra dan UIN Malang untuk mendapatkan kader-kader dengan
disiplin ilmu yang lebih beragam dan berkualitas lebih baik.
J.
Kader-KADER SENIOR
Monash Institute
a.
Mukharrom Asysyabab (Lulus S2 Hukum Undip 2011, Ketua Umum GPII Jawa
Tengah, Wakil Ketua KNPI Jateng, Ketua Pemuda Bulan Bintang Jateng)
b.
Ristam Matswaya (Lulus S2 Kependidikan Unnes 2011, Sekretaris Umum GPII Jawa
Tengah, Wakil Ketua KNPI Jateng, Kepala SD Gergaji Semarang)
c.
Mansur Syarifuddin (Lulus S2 Kajian
Islam IAIN Walisongo 2014, Direktur Biro Haji dan Umrah Monash Institute)
d.
Kaidddin Sahir (Mahasiswa Pascasarjana Undip, Semarang)
e.
Muhammad Abu Nadlir (Mahasiswa
Pascasarjana UNDIP)
f.
Faedurrahman (Mahasiswa Pascasarjana
UIN Jakarta, dosen dan Staff Wakil Ahli Direktur STEBANK Islam Mr. Sjafruddin
Prawiranegara).
g.
Misbahul Ulum (Mahasiswa Pascasarjana
UIN Jakarta, dosen dan Staff Wakil Ahli Direktur STEBANK Islam Mr. Sjafruddin
Prawiranegara, Staff Ahli Bidang Komunikasi Politik di DPR RI)
h.
Ayis Mucholik (Mahasiswa Pascasarjana S3
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta).
i.
Sunjoyo (Lulus Pascasarjana UNNES 2013).
j.
Hajjah Yuliani Salisah (Mahasiswa
Pascasarjana UNNES, Guru PAUD Islam Mellatena)
Lampiran:
Profil Dr.
Mohammad Nasih (Pembina Monash Institute)
Oleh: Mokhamad
Abdul Aziz
Disciple/Mahasantri
angkatan 2011 Monash Institute
Bagi penulis, Dr. Mohammad Nasih adalah guru utama
(spiritual) sekaligus inspirator-motivator dalam hidup. Lahir di desa pelosok
yang tidak terlihat dalam peta, Desa Mlagen, Kecamatan Pamotan, Kabupaten
Rembang, tidak membuatnya merasa rendah diri. Nasih justru tumbuh menjadi sosok
yang dikagumi orang-orang di sekelilingnya. Ibarat pelita yang menerangi
gelapnya malam, kini Nasih menjadi pencerah atas gelapnya habbit umat
Islam di Indonesia. Alumnus Tafsir Hadits Institute Agama Islam Negeri
Walisongo (sekarang UIN Walisongo) Semarang ini sering diundang dalam diskusi
atau seminar ke daerah-daerah di Indonesia. Kapasitasnya sebagai pengajar di
program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan FISIP UMJ menjadikan
dirinya dikenal luas oleh para akademisi di negeri ini, terlebih dalam bidang
politik.
Putra dari pasangan Mohammad Mudzakir (alm) dan Hj.
Chudzaifah itu secara formal memang lebih dikenal sebagai ilmuwan daripada yang
lain. Ini berdasar atas dicapainya gelar doktor dalam bidang ilmu politik di
Universitas Indonesia (2010) dan menjadi pengajar di perguruan tinggi, serta
menjadi penceramah di banyak forum.
Karier Dr. Mohammad Nasih bisa dikatakan cukup
akseleratif. Hal ini disebabkan oleh pengalaman organisasi yang matang semasa
masih menjadi mahasiswa. Pemuda kelahiran 1 April 1979 itu aktif di Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), orgaisasi mahasiswa Islam tertua dan terbesar di
Indonesia. Di HMI, Nasih telah melahap habis seluruh strukturtural, mulai dari
tingkat komisariat, korkom, cabang, hingga Pengurus Besar HMI. Selain itu, ia
juga aktif di Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan pernah menjabat sebagai Ketua
Pimpinan Pusat GPI (2006-2010). Pada 2006, Nasih terpilih sebagai
Presidium Pengurus Pusat MASIKA ICMI (2006-2011). Segudang pengalaman itulah,
ditambah kecerdasan tidak biasa yang dimilikinya, mengantarkan Nasih dikenal
sebagai sosok politisi yang punya idealisme tinggi sampai saat ini.
Perbaikan dari Pinggir
Namun, seiring dengan kondisi perpolitikan Indonesia
yang semakin hari kian kacau, dan sadar bahwa peranannya (yang seorang diri)
tidak cukup untuk memperbaiki semua itu, Nasih memutuskan untuk tidak hanya
terjun di dunia politik. Harus ada revolusi mental terhadap orang-orang baik
untuk masuk ke dalam dunia politik secara bersama-sama, sehingga diharapkan
mampu memperbaiki Indonesia ke depan melalui gerkan “revolusi dari atas”. Ia
akhirnya memilih jalan mendaki lagi sulit, yaitu dengan cara memberdayakan
anak-anak muda (kampung) potensial untuk ditempa menjadi pemimpin berkarakter.
Perbaikan dari pinggir ini diwujudkan dengan mendirikan rumah perkaderan Monash
Institute—Monash adalah singkatan dari Mohammad Nasih—di Semarang. Kini, ada
150 lebih disciples (sapaan untuk santri di Monash Institute)
yang dibina di sana. Merasa ada keberhasilan, Nasih mendirikan Monash Institute
Ciputat (MIC) yang berlokasi di sekitar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain
itu, dengan sistem yang hampir sana, saat ini ia bersama dengan AM. Fatwa juga
sedang mengelola mahasiswa-mahasiswi yang kuliah di Stebank Syafrudin
Prawiranegara dengan pembinaan super intensif.
Berdirinya rumah perkaderan itu menjadikan Mohammad
Nasih harus bolak-balik Jakarta-Semarang setiap minggunya. Selain karena harus
mengajar-memantau disciples di rumah perkaderannya itu, Nasih
juga memanfaatkan waktu ke Semarang untuk bertemu dengan keluarganya yang juga
berada di Semarang. Nasih yang telah menikah dengan Oky Rahma—seorang dokter
spesialis anak, yang tidak lain merupakan putri dari dosesnnya ketika kuliah di
UIN Walisongo Semarang, yakni Prof. Dr. Sri Suhandjati—pada 2010 lalu, kini
telah dikaruniai dua orang anak, Atena Hokma Denena dan Atena Hekmata
Mellatena. Nasih sering mengatakan, jika kepulangannya ke Semarang adalah untuk
bertemu dengan anak-anak biologis, juga anak-anak ideologis kesayangannya, dan
tentu saja juga isteri tercintanya. Karena itulah, Nasih menjalani aktivitas
yang padat itu dengan penuh semangat kenabian. (Ada logika yang terbalik dalam
paragraf ini? Mungkin memang disengaja ya).
Kesibukan mengkader anak-anak muda sebenarnya telah ia
lakukan saat masih mahasiswa, yaitu menjadi instruktur di Himpunan. Pengalaman
panjang soal perkaderan itulah yang membuat Nasih memiliki banyak cara dan
strategi untuk melahirkan kader-kader tangguh di masa yang akan datang. Satu
hal yang menjadikannya berbeda dengan ilmuwan, politisi, atau pedidik saat ini
adalah ia seorang hafidh (penghafal al-Qur’an). Bukan cuma
penghafal, tetapi dengan kemampuannya memahami al-Qur’an, Nasih juga berusaha
menerapkan nilai-nilai qur’ani dalam kehidupan, baik untuk dirinya sendiri,
keluarga, anak-anak ideologis, maupun orang-orang di sekeliling yang
mencintainya. Sehingga, segala hal yang dikatakan dan paradigma yang diberikan
olehnya “selalu” berdasarkan pada al-Qur’an. Inilah yang kemudian menjadikan
Mohammad Nasih menjadi sosok yang dikagumi oleh banyak kalangan.
Terlahir dari keluaga hafidh-hafidhah, membuat
Nasih sangat akrab dengan kitab suci agama Islam itu sejak kecil. Jangan heran
jika saat ini Nasih termasuk orang yang sangat fundamental dengan al-Qur’an.
Fundamental yang rasional, bukan kolot lho ya. Pemahamannya yang
komprehensif terhadap al-Qur’an membuat Nasih yakin betul bahwa hanya al-Qur’an
(dan Hadits) lah yang layak dijadikan pedoman hidup seluruh umat manusia, bukan
yang lain. Paradigma inilah yang berusaha terus ditanamkan Nasih kepada anak didiknya
dan seluruh orang-orang yang dekat dengannya, sehingga muncul istilah qur’anic
habbit. Dimulai dari diri sendiri dan keluarganya, qur’anic
habbit ini juga ia terapkan di rumah perkaderan Monash Institute,
bahkan menjadi tag line; Monash Institute: Exellent
with al-Qur’an.
Kematangan Pemikiran
Pandangan Mohammad Nasih mengenai qur’anic
habbit ini jangan dikira muncul begitu saja. Namun, semua itu
berangkat dari pencarian panjangnya. Nasih memang telah hafidh al-Qur’an
sejak masih SMA dan ketika nyantri di Pondok Pesantren Annur, Lasem. Namun, hal
itu ternyata bukan jaminan untuk tidak “kafir”. Setelah lulus SMA, lalu
melanjutkan kuliah di UNNES dan IAIN Walisongo Semarang, serta masuk di HMI
yang memiliki kultur menganjurkan kebebasan berpikir, membuat Nasih mengalami
guncangan pemikiran. Hal ini disebabkan oleh kegemarannya
mengkonsumsi buku-buku yang ditulis para ilmuwan Barat, sehingga mereka sangat
mempengaruhi cara berfikir Nasih kala itu. Bahkan, gara-gara itu, Nasih pernah
sampai pada pemikiran bahwa al-Qur’an itu buatan Muhammad, bukan wahyu dari
Tuhan. Karena itulah, Nasih pernah dikafirkan oleh teman-temannya. Bahkan yang
lebih parah, cara berpikir yang demikian itu terdengar oleh ibunya yang
ditinggal di Rembang, sehingga membuat anak-ibu itu terlibat konflik
biologis-teologis.
Namun, seiring dengan banyaknya buku-buku bacaan yang
berasal dari ulama-ulama muslim yang telah ia “habiskan”, ditambah dengan
pengalaman-pengalaman spiritual yang didapatkannya, akhirnya cara berpikir
Nasih lama kelamaan mengalami perubahan, dan bahkan kayakinannya terhadap
al-Qur’an lebih MANTAP, dibandingkan sebelumnya. Paradigma
yang satu ini sangat mempengaruhi cara pandangnya terhadap segala sesuatu. Cara
pandangnya begitu berbeda. Penulis melihat sendiri perbedaan “keimanan”
Mohammad Nasih terhadap al-Qur’an, dari mulai saat penulis awal-awal ke MI
(2011) hingga saat ini (2015), sehingga hal itu juga mempengaruhi perubahan
sistem, cara berpikir, dan tujuan lembaga perkaderan yang didirikannya.
Salah satunya termanifestasikan ke dalam program
Menghafalkan Al-Qur’an 10 Bulan (2014), bahkan baru-baru ini diluncurkan
program Tahfidh Al-Qur’an Lima Bulan. Jika sebelumnya proses menghafalkan
al-Qur’an dilakukan bersamaan dengan pemberian beasiswa kuliah di perguruan
tinggi, melalui program ini disciples diharapkan
sudah hafal al-Qur’an (hafidh) sebelum
memasuki perkuliahan. Dengan begitu, proses pembelajaran selanjutnya akan lebih
fokus pada pendalaman pemahaman al-Qur’an dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, keinginan kuat Mohammad Nasih untuk melahirkan hafidh-hafidhah yang mampu
mengatasi problematika umat-bangsa dalam rangka mewujudkan qur’anic habbits untuk Indonesia
raya bisa tercapai.
Kini, Mohammad Nasih telah menemukan keyakinannya
(baca: haq al-yaqiin), sehingga ke mana-mana, ia selalu
meneriakan kebenaran al-Qur’an dan keharusan kita untuk mengikuti ajaran yang
ada di dalamnya. Merasa bahwa Monash Institute institute yang didirikan
memiliki hasil yang cukup signifikan, ditambah dorongan-dukungan dari keluarga
dan teman-temannya, Nasih berkeinginanan membangun Monash-Monash baru di daerah
lain di seluruh Indonesia. Tentu saja ini niat yang mulia. Semoga niat baiknya
dalam upaya untuk melahirkan pemimpin muda berkarakter qur’ani bisa segera
terealisasi.
Di tengah kesibukannya yang luar biasa, Nasih
menyempatkan diri untuk menghadiri undangan mengisi program-program televisi
nasional. Salah satunya, Nasih bersama Chusnul Mar’iyah, Ph.D., menjadi pengisi
program Belajar Islam di MNC Muslim (Channel 97) dengan tema-tema sosial,
ekonomi, dan pendidikan yang ditayangkan tiap Senin pukul 20.00 WIB. Tentu saja
yang dibicarakan tidak jauh dari qur’anic habbit, yang
meliputi segala persaolan di dunia ini. Selain itu, sesekali
Mohammad Nasih juga memberikan perspektif terkait situasi perpolitikan nasional
di TV One, JakTV, MUTV, dan media-media lainnya. Namun, bagi Nasih
yang utama adalah perkaderan. Mengelola perkaderan lebih menyenangkan daripada
tampil bersama para elite politik negeri ini, meski Nasih sangat mudah bertemu
dengan mereka. Padahal, yang kedua itulah yang sangat didambakan
oleh kebanyakan orang.
Sekali lagi, jalan yang ditempuh oleh Dr. Mohammad
Nasih, M.Si adalah yang sukar lagi mendaki. Mengutip pendapat teman
saya Muhammad Ditya Ariyansyah, alumnus STAN yang juga memilih untuk
berguru kepada sang doktor hafidh itu:
“Mohammad Nasih adalah
salah satu individu yang mengambil pilihan secara sadar untuk berumah di tepi
air. Kalaupun sewaktu-waktu timbul ombak yang dapat menyeret dan melenyapkan,
hal itu tidak menjadi perhatian utama. Bagi beliau, justru tepi air menyajikan
suatu keindahan yang tak terperi. Di salah satu sudut, tertanam tegak pohon
kelapa yang melambai-lambai mengikuti irama angin. Formasi karang terbentuk di
sudut lain tepi air, memecah ombak-ombak kecil yang datang. Tak jarang, sinar
matahari kala terbit dan tenggelam semakin memperindah tepi air. Selain
keindahan, tepi air memberikan kemudahan untuk mengakses samudera politik yang
memiliki kekayaan alam melimpah ruah. Oleh karena itu, banyak individu lain
yang juga memutuskan untuk berumah di tepi air. Sayangnya, tidak semua individu
mempunyai tujuan yang baik. Bahkan, mayoritas individu berumah di tepi air agar
kekayaan alam samudera dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi maupun
golongan.”
Tidak ada perjuangan yang tidak sulit. Jika mudah,
namanya bukan lagi perjuangan. Namun, dengan tekad kuat yang didasari oleh
keimanan yang hanief, tidak mudahnya jalan perjuangan itu akan
menjadi kenikmatan dan kebahagiaan, jika dijalani dengan penuh
kegembiraan.
Namun, sesempurnanya Mohammad Nasih, tetap beliau
adalah seorang manusia biasa, yang tentu saja melakukan kesalahan dan tidak
sedikit kekurangan. Tepat di usia ke 36 tahun ini, kita semua berdo’a agar
beliau Dr. Mohammad Nasih beserta keluarga selalu diberikan kesehatan dan
keselamatan dalam mengarungi kerasnya perjuangan. Kita ingin bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang besar. Dimulai dari pinggir ini, kita berharap cita-cita
Pak Doktor (dan kita semua) dalam melahirkan pemimpin besar berkarakter qur’ani
bisa terwujud. Tentu kita juga mendo’akan agar Dr. Mohammad Nasih terus
ditambahkan rezeki yang melimpah lagi barokah oleh Allah Swt. untuk menopang
perjuangan yang lebih besar lagi. Hadirnya orang-orang baik yang lebih banyak
untuk membantu Dr. Mohammad Nasih dalam membangun long life
'caderitation', tentu juga menjadi harapan kita bersama.
Kita berharap ada banyak orang yang mengambil jalan sunyi untuk mewujudkan
perbaikan, sebagaimana dilakukan Dr. Mohammad Nasih dkk. Terakhir, semoga anak-anak
(biologis maupun ideologis) beliau selalu diberikan kesehatan, kekuatan, dan
kesabaran untuk terus menempa diri, agar terus menjadi lebih baik, sebagai
upaya untuk membentuk insan cita yang menerapkan qur’anic habbits di
dalam kehidupannya. Wallahu a'lam bi al-shawaab.
2 Komentar
Data pribadi
BalasHapusnegara Indonesia
Nama: Arif Hidayat
Alamat: Jl.ds.lamangkona tawaeli
Sudah dua tahun sekarang saya telah memberikan kesaksian tentang bagaimana saya meminjam Rp30 juta dari AVANT Loan Company dan beberapa orang meragukan saya karena tingkat penipuan online. AVANT Loan telah memberi saya satu hal lagi untuk tersenyum karena setelah menyelesaikan angsuran pinjaman bulanan yang saya pinjam sebelumnya, saya memohon kepada Ibu Deborah bahwa saya ingin pergi untuk ekspansi bisnis lebih lanjut sehingga saya menyerahkan tambahan Rp250 juta setelah melalui proses hukum saya. pinjaman disetujui oleh manajemen mereka dan saya menerima pinjaman saya dalam waktu kurang dari 2 jam di rekening bank BCA saya. Saya tidak memiliki tantangan dengan bank karena Bu Deborah dan tim manajemen pinjaman terbatas Avant telah dianggap sebagai pemberi pinjaman yang sah sehingga tidak ada masalah sama sekali.
Untuk pinjaman apa pun, saya sangat merekomendasikan Avant Loans Limited hari ini dan selalu
e_mail: [avantloanson@gmail.com]
WhatsApp: +6281334785906
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Hai semua
BalasHapusNama saya FRADESY RIRITIA, saya berasal dari indonesia, saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu anda semua kebenaran, setiap orang yang anda lihat pada catatan mereka di blog dan laman web ini adalah pencuri (SCAMMERS), saya telah menjadi mangsa cerita mereka dan mereka telah merosakkan hidup saya.
Saya tidak di sini untuk memberitahu anda kisah bagaimana saya ditipu dan bagaimana saya kehilangan banyak wang kepada mereka.
Saya di sini untuk memberitahu anda SYARIKAT PINJAMAN sebenar dan sahajalah yang ALLAH hantar untuk mengubah hidup saya, mereka adalah SEMUA PINJAMAN PEMBERIAN GLOBAL, mereka adalah satu-satunya syarikat pinjaman tulen yang diiktiraf dan dibiayai oleh WORLD BANK.
Mereka adalah satu-satunya syarikat pinjaman tulen, mereka mempunyai syarat dan syarat pinjaman yang cukup besar, untuk menutup semua pinjaman mereka mampu dimiliki dan cepat dilunaskan tidak seperti syarikat palsu lain yang anda lihat di sini dalam talian yang akan mengambil wang anda tanpa mengeluarkan pinjaman anda,
Tolong jangan tertipu oleh saksi yang mempunyai nombor dan whatsapp indonesia, mereka semua penipu, bagaimana syarikat individu boleh memberi pinjaman ?, itu harus menjadi pertanyaan pertama anda.
Rakan-rakan saya di Asia, saya mohon anda mendengarkan saya ketika saya bersumpah kepada anda dengan nama Allah, bahawa saya mengatakan kepada anda semua kebenaran, Syarikat ALL GLOBAL GRANT LOAN, satu-satunya syarikat yang boleh dipercayai dan mereka akan memastikan anda menerima pinjaman anda setelah anda menyelesaikan proses pinjaman seperti yang diperlukan.
Mengapa anda tidak menjadi antara berita baik ini dengan menghubungi mereka segera jika anda SANGAT MENARIK untuk meninggalkan perjuangan kewangan anda dan meningkatkan tahap kehidupan anda, berikut adalah EMAIL allglobalgrantloan@gmail.com.
Anda bebas menghubungi saya di EMAIL fradesyriritia12@gmail.com saya untuk maklumat lebih lanjut, saya dengan senang hati akan mendengar anda berkongsi kisah kebahagiaan anda sendiri.
Terima kasih semua, dan semoga ALLAH memberkati SEMUA PINJAMAN PEMBERIAN GLOBAL kerana memberi saya kegembiraan baru ini.
NAMA Syarikat: SEMUA PINJAMAN GRANT GLOBAL
EMAIL Syarikat: allglobalgrantloan@gmail.com.
Whatsapp Syarikat: +1(304)997-4034
E-mel Saya: fradesyriritia12@gmail.com