Penyakit degeneratif yang cukup banyak mempengaruhi kesakitan dan kematian adalah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan WHO (2017), penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian secara global sebanyak 17,7 juta pada tahun 2015, dengan persentase 31% dari seluruh kematian global. Salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular adalah tingginya kadar plasma kolesterol. Menurut laporan Riskesdas (2013), prevalensi penduduk ≥15 tahun dengan kadar kolesterol total di atas nilai normal merujuk nilai yang ditentukan pada NCEP-ATP III adalah sebesar 35,9%, yang merupakan gabungan penduduk kategori borderline high (nilai kolesterol total 200-239 mg/dl) dan tinggi (nilai kolesterol total ≥240 mg/dl). Berdasarkan jenis kelamin usia >15 tahun prevalensi kadar kolesterol diatas normal pada perempuan lebih tinggi yaitu sebesar 39,6 %, sedangkan pada laki-laki 30,0 %. Beberapa factor telah dilaporkan berkaitan dengan tinggi rendahnya kadar kolesterol dalam darah. Penelitian yang dilakukan oleh Ujiani (2015) menunjukan bahwa wanita akan kehilangan 30% hingga 50% dari massa otot total pada usia 45 tahun dan mengalami peningkatan porsi lemak di dalam tubuhnya. Peningkatan lemak ini turut berkontribusi pada profil lemak di dalam darah. Penelitian Anies (2015) menyatakan bahwa pada usia tua, kadar kolesterol total relatif tinggi dibandingkan kadar kolesterol total pada usia muda. Fairudz & Nisa (2015) mengungkapkan bahwa penyebab utama terjadinya hiperkolesterolemia adalah konsumsi zat gizi. Urutan perubahan makanan untuk menurunkan kolesterol darah menurut prioritas adalah jumlah lemak, lemak jenuh, dan kolesterol. Serat pangan juga berpotensi menurunkan kadar kolesterol, dengan mekanisme mengikat lemak pada usus halus, mengikat asam empedu, dan meningkatkan ekskresinya ke feses.
Serat
merupakan salah satu zat gizi yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan,
ada dua jenis dari serat yaitu serat larut dan tak larut sehingga serat dapat
digunakan untuk mengontrol kadar lipid darah dan status gizi. Dari hasil
penelitian menunjukan bahwa serat tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan status gizi, namun ini dapat disebabkan karena asupan seratnya yang
masih rendah serta responden yang tidak cukup banyak dan hanya dalam kurun
waktu 1x24 jam saja. Pada penalitian lain di Amerika dengan jumlah subjek yang
diteliti mencapai 800 orang dan dilakukan selama 3 hari menunjukan bahwa asupan
serat yang rendah dapat menyebabkan kenaikan pada jaringan adiposa viseral atau
lemak pada rongga perut. Serat juga dapat mencegah peningkatan berat badan
serta lingkar pinggang. Kejadian overweight biasanya disebabkan karena tinggi
konsumsi daging, lemak, susu dan olahannya namun rendah konsumsi buah, dayur,
dan kacang-kacangan. Sebagian subjek yang diteliti dengan status gizi yang
lebih asupan seratnya cenderung lebih rendah dari yang berstatus gizi normal.
Meskipun hubungan antara konsumsi serat dan status gizi tidak terlalu
signifikan namun orang dengan status gizi normal konsumsi seratnya lebih tinggi
dari orang yang status gizinya lebih.
Penggunaan diet yang berlebihan
dapat membahayakan status gizi anak-anak dan remaja, hal ini diungkapkan oleh
beberapa peneliti. Menurut beberapa peneliti, penghapusan makanan tinggi lemak
melalui diet dapat mengurangi asupan nutrisi tertentu. Penurunan asupan lemak
diasosiasikan dengan peningkatan vitamin dan nutrisi kepadatan dalam makanan.
Asupan tinggi lemak memiliki kaitan yang lebih besar dari asupan vitamin B12
yang memadai. Sedangkan asupan rendah lemak dan tinggi serat hanya memiliki
sedikit pengaruh pada asupan energi. Pada sebuah hasil penelitian dinyatakan
bahwa asupan serat yang tinggi dapat menurunkan sindrom metabolik secara
signifikan. Asupan serat makanan diketahui bermanfaat dalam mengontrol
kegemukan, penanggulangan diabetes, mengurangi tingkat kolesterol dan
menurunkan tekanan darah.
Oleh:
Esolina Afifah, Evana Mufidalia, Febriani, Fashara Fananda Hutami
DAFTAR PUSTAKA
Kustiyah, L.,
Widhianti, M. U., & Dewi, M. (2013). Association between Fiber Intake with
Nutritional Status and Blood Lipid Profile in Dyslipidemic Adults. Journal of
Nutrition and Food, 8(3), 193-200.
Maharani, A.,
Marjan, A. Q., & Puspareni, L. D. (2018). The Relation of Fiber Intake,
Cholesterol, and Physical Activity with Blood Cholesterol Level of Women Adult
in Bogor Aerobic Studio. Nutri-Sains.
Pelkman, C.,
& Pohle, R. (2017). Effects of Dietary Fiber on Satiety and Energy Intake.
Clinical Nutrition Insight.
0 Komentar